Siapakah pemilik kota Jakarta? Ibukota negara Indonesia ini merupakan hunian masyarakat heterogen. Dengan penduduk dari berbagai daerah yang memadati Jakarta, maka sejarah mencatat gubernurnya pun ternyata 99% bukan orang Betawi.
Hanya Soerjadi Sodirdja tercatat kelahiran Batavia tahun 1938. Ya, masih ditulis dengan nama demikian, sebelum kota ini berubah menjadi "Jakarta" sejak penjajahan Jepang datang.
Hanya Soerjadi Sodirdja tercatat kelahiran Batavia tahun 1938. Ya, masih ditulis dengan nama demikian, sebelum kota ini berubah menjadi "Jakarta" sejak penjajahan Jepang datang.
Bagaimana kisah Jakarta di bawah kepemimpinan para gubernurnya? Apakah terjadi keberhasilan walau bukan orang Betawi tulen? Berikut daftarnya.
1. Suwiryo - masa jabatan 1945 - 1947 dan 1950 - 1951
Kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah - 17 Februari 1903.
Setelah Indonesia merdeka, Bung Karno menunjuknya sebagai Walikota Jakarta per tanggal 23 September 1945.
2. Daan Jahja - masa jabatan 1948 - 1959
Letnan Kolonel H. Daan Jahja lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Januari 1925 meninggal di Jakarta, 20 Juni 1985 pada umur 60 tahun, adalah Gubernur (Militer) Jakarta dan Panglima Divisi Siliwangi.
Jebolan Sekolah Tinggi Kedokteran dizaman Jepang (Ika Daigaku). Dikeluarkan karena menolak penggundulan serta berdemo terhadap pemerintah pendudukan militer Jepang di Jakarta. Ia memainkan peranan penting dalam menumpas aksi Kapten Westerling yang mau merebut kekuasaan negara karena tidak menerima penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949.
Daan Jahja lahir dari pasangan Jahja Datoek Kajo dan Sjahrizan Jahja, asal Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat. Ayahnya merupakan anggota Volksraad yang cukup vokal, dan orang yang pertama kali berpidato menggunakan bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad. Daan merupakan anak yang tertua dari sembilan bersaudara. Daan Jahja aktif terlibat pada masa-masa revolusi Indonesia.
Dia bergabung dengan kelompok Prapatan 10, satu dari dua kelompok pemuda yang paling menonjol pada masa kemerdekaan Indonesia. Kelompok Prapatan 10 yang bermarkas di Jl. Prapatan 10, Jakarta merupakan pengikut Sutan Sjahrir. Sedangkan kelompok lainnya, yakni Menteng 31 menjadi pengikut Tan Malaka. Daan Jahja menjadi salah seorang pemimpin dalam kelompok Parapatan 10 ini. Pada peristiwa Rengasdengklok, Daan dan kelompok Prapatan 10 maupun Menteng 31 bertugas untuk membawa Soekarno-Mohammad Hatta ke Rengasdengklok. Kedua kelompok ini menuntut agar Soekarno-Hatta cepat-cepat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Beliau juga terlibat aktif pada saat rapat raksasa 19 September 1945 di Lapangan Ikada, Jakarta. Pada masa Agresi Militer Belanda II, beliau ditempatkan di wilayah Sumatera. Kepada menteri pertahanan Mohammad Hatta, ia menyampaikan memorandum agar pemerintah menyiapkan pangkalan cadangan di tempat yang lebih luas yang memungkinkan pemerintah bergerak lebih leluasa untuk perang gerilya. Tempat yang disarankannya adalah Bukittinggi, Sumatera Barat, mengingat ruang gerak di pulau Jawa yang semakin sempit.
Saat menjabat gubernur militer Jakarta, Daan Jahja berhasil menyelesaikan masalah administratif pemerintahan Jakarta yang sebelumnya diatur oleh Belanda. Letnan Kolonel H. Daan Jahja wafat pada tanggal 20 Juni 1985 tepat pada saat Idul Fitri 1405. Beliau wafat sepulang dari mesjid Sunda Kelapa, Jakarta setelah melaksanakan salat Ied
3. Syamsurijal - masa jabatan 1951 - 1953
Salah satu Walikota Jakarta. Lahir di Karanganyar (Kedu) pada tanggal 11 Oktober 1903. Ia sekolah di ELS, HBS kemudian pindah ke MULO, lalu melanjutkan ke Rechtschool di Jakarta. Setelah pendidikannya selesai ia bertugas di Landraad (pengadilan negeri) di beberapa tempat di Pulau Jawa.
Dia aktif di Jong Java, Jong Islamitien Bond, Partai Sarekat Islam, Ketua Pengurus Besar Sarekat Sekerja Pegawai-pegawai Indonesia, pengurus Masjumi (masa pendudukan Jepang). Setelah Proklamasi ia menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia di Bandung, dan kemudian meningkat menjadi Walikota Bandung. Syamsurijal pernah menjadi pegawai tinggi Kementrian Dalam Negeri, antara lain Residen di Pati sebelum menjadi Walikota Jakarta.
Walikota Sjamsurijal yang memerintah Jakarta pada tahun 1951-1953 menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial penduduk kota. Dia meminta agar pemerintah pusat menyerahkan wewenang untuk mengurusi soal-soal sosial dan perumahan di Jakarta kepada Kotapraja.
4. Sudiro - masa jabatan 1953 - 1960Sudiro adalah Walikota Jakarta pada tahun 1953-1960. Di masanya, Jakarta mulai mengalami pemekaran, yakni dengan membaginya menjadi 3 kabupaten yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Selatan. Sudiro juga mengupayakan partisipasi warga dalam mengurus lingkungannya dengan gagasan pembentukan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang kemudian dikenal dengan Rukun Warga (RW).
Oh ya, gagasan membangun landmark Jakarta, yakni Monumen Nasional (Monas) lahir di bawah pemerintahannya, berasalkan ide dari Sarwoko dan didukung Bung Karno. Namun eksekusi pelaksanaannya diteruskan oleh penerusnya.
Pria kelahiran Yogyakarta 24 April 1911 ini kemudian wafat pada tahun 1992.
5. Dr. Soemarno Sosroatmodjo - masa jabatan 1960 - 1964 dan 1965 - 1966
Soemarno Sosroatmodjo adalah Gubernur DKI Jakarta keenam. Pensiunan Jenderal Bintang Satu yang juga seorang dokter ini dilantik oleh Presiden Soekarno pada 4 Februari 1960, menggantikan Sudiro pendahulunya.
Soemarno menjabat Gubernur DKI selama dua periode. Usai mengakhiri masa baktinya pada 26 Agustus 1964, posisinya sempat digantikan oleh Henk Ngantung dan Sumarno diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas perintah Presiden Soekarno.
Namun karena kesehatan Henk Ngantung dianggap tidak memungkinkan untuk melanjutkan jabatannya, Sumarno kembali ditugaskan sebagai Gubernur merangkap sebagai Mendagri pada 15 Juli 1965 hingga 23 Maret 1966.
Pada periode pertama kepemimpinannya, Soemarno sudah diuji dengan masalah besar. Tepat lima hari setelah dilantik, pada 9 Februari 1960, Jakarta diguyur hujan lebat selama 12 jam. Akibatnya, kawasan Grogol, Jakarta Barat, yang baru dibangun sebagai kota satelit, dilanda banjir besar.
Air bah menggenangi rumah-rumah penduduk, termasuk kompleks parlemen tergenang banjir setinggi lutut dan pinggang. Lebih parah lagi, keadaan kampung sekelilingnya, banjir setinggi atap rumah. Berbagai tempat di Ibu Kota pun luluh lantah dilanda banjir.
Selain banjir, Jakarta pada masa kepemimpinanannya juga diserbu pendemo pembebasan Irian Barat dan unjuk rasa Ganyang Malaysia. Namun berkat kepiawaiannya, Jakarta tetap terkendali.
Proyek Mercusuar Jakarta di Masa Soemarno
Dari aspek pembangunan, alumnus Pendidikan Dokter NIAS di Surabaya pada 1938 ini, meninggalkan beragam proyek menumental. Sebut saja Monumen Nasional (Monas), Patung Selamat Datang (Bundaran Hotel Indonesia), dan Patung Pahlawan di Kawasan Menteng, dibangun di era Soemarno.
Dia juga menciptakan konsep rumah minimum juga dibangun di berbagai tempat di Jakarta. Rumah ini dibangun dengan luas 90 meter persegi, di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua lantai, dan lokasinya dekat dengan tempat kerja.
Proyek pertama rumah minimum dibangun di Jalan Raden Saleh, selanjutnya di kawasan Karang Anyar, Tanjung Priok, dan Bandengan Selatan.
Soemarno tutup usia di kediamannya, Jalan Pasir Putih IV/5, Ancol, Jakarta Utara pada tanggal 9 Januari 1991 pada usia 79 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri, tujuh anak, 22 cucu, dan 3 cicit. Dia dimakamkan di TPU Karet, Jakarta Pusat. Namanya kemudian diabadikan menjadi nama Rumah Sakit di kawasan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Hal ini karena Soemarno sempat memimpin rumah tersebut pada era prakemerdekaan.
6. Henk Ngantung - masa jabatan 1964 - 1965Sejarah pernah mencatat bahwa DKI Jakarta pernah di Pimpin seorang seniman dan juga dari golongan Minoritas (berdarah Tionghoa), yakni Hendrik Hermanus Joel Ngantung alias Henk Ngantung. Sebelum diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 1964, Henk Ngantung menjabat sebagai Wakil Gubernur (1960-1964). Putra Kawanua kelahiran 1 Maret 1921 ini menjadi gubernur Jakarta sejak 27 Agustus 1964 hingga16 Juli 1965. Menjadi Gubernur DKI Jakarta karena ditunjuk oleh Presiden Soekarno, karena Soekarno percaya Henk Ngantung bisa membangun Jakarta sebagai kota Budaya. dan bakat artistik yang dimiliki Ngantung dianggapnya cocok untuk merealisasikan keinginannya.
Pengangkatannya ini sempat menuai protes karena Ngantung tergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan dianggap sebagai antek PKI. Peristiwa G 30 S PKI pun mengakhiri karir pemerintahan Henk. Semasa menjadi Wakil Gubernur keberadaan Henk Ngantung tidaklah terlalu dipersoalankan, mungkin pertimbangannya saat itu jabatan wakil gubernur bukanlah jabatan yang strategis, dan terbukti Henk bisa menjabat selama empat tahun.
Pelukis adalah cita-citanya sejak dia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Hingga beranjak remaja Ngantung bertemu dengan sejumlah pelukis kenamaan seperti Affandi dan tokoh lukis lain yang tergabung dalam Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Organisasi ini merupakan gerakan nasionalisme di bidang seni rupa.
Tapi siapa yang nyangka kalau seorang Pelukis seperti Henk Ngantung bisa menjadi Kepala Daerah Khusus Ibu Kota. Ini semata karena kepercayaan dan keyakinan seorang Soekarno pada kemampuan seorang Henk Ngantung. Karir Politik Ngantung dimulai pada 1957, saat ia duduk di berbagai Panitia maupun Lembaga Negara. Di luar dugaan dia diangkat menjadi Wakil Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1960-1964), kemudian ditunjuk Presiden Soekarno menjadi Gubernur DKI (1964-1965).
Sebagai seorang seniman Heng Ngantung meninggalkan karya monumental antara lain, sketsa Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia (HI) yang sekarang menjadi Tugu Selamat Datang dan lambang Kostrad TNI. Peninggalan terakhir Ngantung adalah sketsa bertajuk Ibu & Anak di Kalimantan, yang kini disimpan di salah satu tempat pelelangan, di London, Inggris.
Inilah sekelumit cerita tentang sosok Wakil Gubernur dan Gubernur DKI Jakarta dari golongan Minoritas, yang selalu menjadi problem setiap kali ada Suksei Kekuasaan. Bagaimana pun sejarah tidaklah bisa dihapus begitu saja. Sejarah adalah catatan realitas suatu keadaan yang memang pernah terjadi. Semoga kita bisa memetik hikmah dari sebuah kenyataan sejarah.
7. Ali Sadikin - masa jabatan 1966 - 1977
Ali Sadikin (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 - Meninggal di Singapura, 20 Mei 2008 pada umur 80 tahun) adalah seorang letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1996.
Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno. Ali Sadikin menjadi gubernur yang sangat merakyat dan dicintai rakyatnya. Karena itu ia disapa akrab oleh penduduk kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali sementara istrinya, Ny. Nani Sadikin, seorang dokter gigi, disapa Mpok Nani.
Ali Sadikin adalah gubernur yang sangat berjasa dalam mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern. Di bawah kepemimpinannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pembangunan buah pikiran Bang Ali, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet, dll. Bang Ali juga mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta, 22 Juni. Bersamaan dengan itu berbagai aspek budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti kerak telor, ondel-ondel, lenong dan topeng Betawi, dsb.
Ia juga sempat memberikan perhatian kepada kehidupan para artis lanjut usia di kota Jakarta yang saat itu banyak bermukim di daerah Tangki, sehingga daerah tersebut dinamai Tangkiwood.
Selain itu, Bang Ali juga menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang saat ini lebih dikenal dengan nama Jakarta Fair, sebagai sarana hiburan dan promosi dagang industri barang dan jasa dari seluruh tanah air, bahkan juga dari luar negeri. Ali Sadikin berhasil memperbaiki sarana transportasi di Jakarta dengan mendatangkan banyak bus kota dan menata trayeknya, serta membangun halte (tempat menunggu) bus yang nyaman.
Salah satu kebijakan Bang Ali yang kontroversial adalah mengembangkan hiburan malam dengan berbagai klab malam, mengizinkan diselenggarakannya perjudian di kota Jakarta dengan memungut pajaknya untuk pembangunan kota, serta membangun kompleks Kramat Tunggak sebagai lokalisasi pelacuran. Di bawah kepemimpinannya pula diselenggarakan pemilihan Abang dan None Jakarta.
Masa jabatan Ali Sadikin berakhir pada tahun 1977, dan ia digantikan oleh Letjen. Tjokropranolo.
Setelah Tidak Menjadi Gubernur
Ali Sadikin di masa tuanya Setelah berhenti dari jabatannya sebagai gubernur, Ali Sadikin tetap aktif dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk pembangunan kota Jakarta dan negara Indonesia. Hal ini membawanya kepada posisi kritis sebagai anggota Petisi 50, sebuah kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh militer dan swasta yang kritis terhadap pemerintahan mantan Presiden Soeharto.
Meninggal
Bang Ali meninggal di Singapura pada hari Selasa, 20 Mei 2008. Dia meninggalkan lima orang anak lelaki dan istri keduanya yang ia nikahi setelah Nani terlebih dahulu meninggal mendahuluinya.
Pernah menjadi pengawal pribadi Jenderal Soedirman. Sebagai penerus Ali Sadikin, kerjanya cukup bagus. Ia sering mengunjungi berbagai pabrik untuk mengecek kesejahteraan buruh dan mendapatkan gagasan langsung tentang upah mereka.
Tjokropranolo adalah Gubernur DKI Jakarta yang menjabat mulai 1977 hingga 1982. Tokoh militer kelahiran Temanggung Jawa Tengah, 21 Mei 1924 ini tampil untuk meneruskan kepemimpinan Ali Sadikin yang ‘pensiun’ pada 1977.
Bang Nolly, sapaan akrab Tjokropranolo, termasuk salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta yang punya peran penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Bagaimana tidak, dia menjadi pengawal pribadi Panglima Besar Jenderal Soedirman pada masa Revolusi Nasional Indonesia melawan pendudukan Belanda.
Dia juga turut meloloskan Soedirman dari serangan tentara Belanda yang berkali-kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap Soedirman. Dalam karier kemiliteran, dia tidak hanya terjun ke medan perang, tapi banyak terlibat dalam posisi penting di balik layar, antara lain Asintel Siaga dan Kepala Intelijen dalam berbagai konflik, dan sekretaris militer untuk presiden.
Tjokropranolo memperoleh pendidikan formalnya di bawah sistem pendidikan kolonial Belanda, di sekolah ELS (Europeesche Lagere Scholen) di Temanggoeng, Jawa Tengah dan di sekolah MULO (Meer Uitbebreide Lagere Onderwijs) di Ambarawa.
Karier militer Bang Nolly, dimulai pada masa pendudukan Jepang. Tjokropranolo bergabung dalam pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, Jawa Barat, dimana dia mendapat pelatihan militer dasar dari pasukan Jepang.
Dia ditunjuk menjadi komandan peleton (shodancho) dan kemudian mengikuti pelatihan lebih lanjut dalam perang gerilya dengan organisasi Jepang Yugekitai di kota Salatiga, Jawa Tengah dari April 1944 sampai Agustus 1945.
Setelah terbentuknya BKR (Badan Keamanan Rakyat), Tjokropranolo bergabung dengan BKR di kota Magelang, Jawa Tengah, dan menjadi komandan deputi penjaga markas TKR. Kemudian dia menjadi pengawal pribadi Jenderal Soedirman di Yogyakarta tahun 1946 dengan pangkat kapten.
Dia kemudian menjadi komandan dua batalyon, yaitu komandan Corps Polisi Militer (CPM) tahun 1948 dan komandan pasukan pengawal pribadi Jenderal Soedirman dari 1948-1949. Selama perang pembelaan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda, dia ikut terjun dalam kampanye perang gerilya bersama Jenderal Soedirman dari awal sampai akhir, saat Jenderal Soedirman pulang ke Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949.
Setelah Belanda menyerahkan Kepulauan Nusantara sebagai Republik Indonesia Serikat dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Tjokropranolo mempersiapkan pengaturan keamanan untuk kedatangan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan Jenderal Soedirman di Djakarta.
Kehidupan pribadi Tjokropranolo tergolong mapan, karena dia adalah anak bupati Temanggung pada masanya. Tjokropranolo menikah dengan Soendari Tjokropranolo dan mempunyai tiga orang anak lelaki dan satu anak perempuan.
Setelah menanggalkan jabatan gubernur DKI Jakarta tahun 1982, dia sempat aktif dalam bidang sosial, wiraswasta dan juga menjadi anggota board direktur beberapa universitas di Indonesia.
Tahun 1992 dia menulis sebuah buku biografi tentang Jenderal Soedirman berjudul Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia, yang berisi sejarah perjuangan Indonesia dan pengalaman pribadinya selama menjadi pengawal pribadi jenderal besar tersebut.
Dia sempat diangkat menjadi Ketua Yayasan Rumah Sakit Bakti Yudha, Depok. Dia meninggal pada usia 74 tahun di Rumah Sakit Tentara di Jakarta tanggal 22 Juli 1998.
9. R. Soeprapto - masa jabatan 1982 - 1987
Tjokropranolo adalah Gubernur DKI Jakarta yang menjabat mulai 1977 hingga 1982. Tokoh militer kelahiran Temanggung Jawa Tengah, 21 Mei 1924 ini tampil untuk meneruskan kepemimpinan Ali Sadikin yang ‘pensiun’ pada 1977.
Bang Nolly, sapaan akrab Tjokropranolo, termasuk salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta yang punya peran penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Bagaimana tidak, dia menjadi pengawal pribadi Panglima Besar Jenderal Soedirman pada masa Revolusi Nasional Indonesia melawan pendudukan Belanda.
Dia juga turut meloloskan Soedirman dari serangan tentara Belanda yang berkali-kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap Soedirman. Dalam karier kemiliteran, dia tidak hanya terjun ke medan perang, tapi banyak terlibat dalam posisi penting di balik layar, antara lain Asintel Siaga dan Kepala Intelijen dalam berbagai konflik, dan sekretaris militer untuk presiden.
Tjokropranolo memperoleh pendidikan formalnya di bawah sistem pendidikan kolonial Belanda, di sekolah ELS (Europeesche Lagere Scholen) di Temanggoeng, Jawa Tengah dan di sekolah MULO (Meer Uitbebreide Lagere Onderwijs) di Ambarawa.
Karier militer Bang Nolly, dimulai pada masa pendudukan Jepang. Tjokropranolo bergabung dalam pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, Jawa Barat, dimana dia mendapat pelatihan militer dasar dari pasukan Jepang.
Dia ditunjuk menjadi komandan peleton (shodancho) dan kemudian mengikuti pelatihan lebih lanjut dalam perang gerilya dengan organisasi Jepang Yugekitai di kota Salatiga, Jawa Tengah dari April 1944 sampai Agustus 1945.
Setelah terbentuknya BKR (Badan Keamanan Rakyat), Tjokropranolo bergabung dengan BKR di kota Magelang, Jawa Tengah, dan menjadi komandan deputi penjaga markas TKR. Kemudian dia menjadi pengawal pribadi Jenderal Soedirman di Yogyakarta tahun 1946 dengan pangkat kapten.
Dia kemudian menjadi komandan dua batalyon, yaitu komandan Corps Polisi Militer (CPM) tahun 1948 dan komandan pasukan pengawal pribadi Jenderal Soedirman dari 1948-1949. Selama perang pembelaan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda, dia ikut terjun dalam kampanye perang gerilya bersama Jenderal Soedirman dari awal sampai akhir, saat Jenderal Soedirman pulang ke Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949.
Setelah Belanda menyerahkan Kepulauan Nusantara sebagai Republik Indonesia Serikat dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Tjokropranolo mempersiapkan pengaturan keamanan untuk kedatangan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan Jenderal Soedirman di Djakarta.
Kehidupan pribadi Tjokropranolo tergolong mapan, karena dia adalah anak bupati Temanggung pada masanya. Tjokropranolo menikah dengan Soendari Tjokropranolo dan mempunyai tiga orang anak lelaki dan satu anak perempuan.
Setelah menanggalkan jabatan gubernur DKI Jakarta tahun 1982, dia sempat aktif dalam bidang sosial, wiraswasta dan juga menjadi anggota board direktur beberapa universitas di Indonesia.
Tahun 1992 dia menulis sebuah buku biografi tentang Jenderal Soedirman berjudul Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia, yang berisi sejarah perjuangan Indonesia dan pengalaman pribadinya selama menjadi pengawal pribadi jenderal besar tersebut.
Dia sempat diangkat menjadi Ketua Yayasan Rumah Sakit Bakti Yudha, Depok. Dia meninggal pada usia 74 tahun di Rumah Sakit Tentara di Jakarta tanggal 22 Juli 1998.
9. R. Soeprapto - masa jabatan 1982 - 1987
Lahir di Solo, Jawa Tengah, 12 Agustus 1924. Menempuh pendidikan SD (1937), SLP (1940), SLA (1943), Pendidikan Peta (1943), Kupaltu (1954), Kupalda (1959), Seskoad (1964), USCGEC (1967). Semasa bersekolah MULO, ia dan istrinya, Soeprapti selalu seiring sejalan bersepeda. Keakraban mereka bertambah lantaran kedua-duanya sama-sama rajin latihan menyanyi pada sebuah grup musik lokal. Berkesenian, baginya merupakan kegiatan yang tidak bisa dihindari, bahkan berlanjut terus sepanjang kariernya sebagai militer dan kemudian Gubernur DKI. Ia dikenal sebagai gubernur yang pandai bermain biola dan menembang Jawa.
Berpendidikan Seskoad; Command and General Staff College, Arnerika Serikat. Karier: di jaman Jepang mengikuti pendidikan perwira Peta (Pembela Tanah Air) di Bogor; kemudian ditempatkan pada pasukan Yukiki; komandan Pasukan Infanteri, wakil komandan batalyon; asisten Personil Kodam VII Diponegoro; asisten Operasi Kodam VII/Diponegoro; Kastaf Kodam XVII Cenderawasih; Pangdam XVII Udayana; asisten Perencanaan Umum (Arsenum) Departemen Hankam; sekjen Depdagri; sekjen PPI (panitia Pemilihan Umum Indonesia); sekjen LPU (Lembaga Pemilihan Umum); ketua Pengurus Pusat Korpri.
Semasa ia menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta, penduduk Ibukota mendekati tujuh juta jiwa dan pembangunan kota semakin pesat. Kebijaksanaan dasar yang secara filosofis diterapkan yaitu keterbukaan, refungsionalisasi aparatur, ketegasan bila perlu dan menumbuhkan disiplin aparatur dan masyarakat. Ia pengagum Semar, yang bila diterapkan dalam perangkat aparatur adalah pamongo Seorang punakawan, abdi, walau sebenarnya Semar adalah dewa. Orang yang berkemampuan, tetapi tidak menonjolkan diri melainkan ngemong, ojo dumeh, dan melakukan tut wuri handayani. Pengabdian harus dilandasi cinta kasih. Pada Era Soeprapto (1985) suatu bandara intemasional dibangun di daerah Cengkareng dan diberi nama Bandara Internasional Soekarno-Hatta, sekaligus menggantikan fungsi bandara-sebelumnya di Kemayoran dan Cililitan (Halim Perdana Kusuma).
10. Wiyogo Atmomdarminto - masa jabatan 1987 - 1992
Wiyogo Atmodarminto merupakan gubernur DKI Jakarta ke-12 yang menjabat sejak 1987 sampai 1992. Bang Wi, sapaan akrabnya, dikenal sebagai gubernur yang terbuka dan disiplin.
Dalam program kerjanya, mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang ini menerapkan konsep BMW yaitu Bersih, Manusiawi, serta Wibawa untuk ibu kota Jakarta.
Sebelum menjadi birokrat, Bang Wi sempat menyandang pangkat Letnan TNI dengan jabatan Panglima Kowilhan II pada 1981-1983 dan Panglima Kostrad pada 1978-1980. Pria kelahiran 22 November 1922 ini juga merupakan salah satu tokoh yang punya peran besar sejarah dalam Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta.
Apa program monumental dari Bang Wi?Keterbukaan dalam konsep BMW-nya dia curahkan untuk mengatasi berbagai masalah perkotaan. Di antaranya dengan mengoptimalkan penggunaan tanah, perbaikan sanitasi, serta mengurai persoalan transportasi umum. Salah satunya dengan menghapus becak dari jalanan Jakarta.
Peraturan Daerah DKI melarang becak beroperasi di jalanan Jakarta yang kian padat. Becak dianggap sebagai biang kemacetan sekaligus simbol kekunoan dan alat transportasi yang tidak manusiawi.
Namun, gebrakan kontroversial Bang Wi ini bukan tanpa solusi. Penghapusan tidak dimaksudkan untuk menambah tingkat pengangguran. Bang Wi lantas menggulirkan program peralihan profesi tukang becak menjadi sopir angkot atau bus kota.
Selain getol menggulirkan program tata kota, Bang Wi juga cukup dekat dengan rakyat. Dia tak pernah sungkan terjun langsung ke bawah untuk bertemu warganya untuk meminta masukan.
Setelah masa kepemimpinannya habis, dia digantikan oleh Soerdjadi Soedirdja yang menjabat pada periode 1992-1997.
11. Soerjadi Sodirdja - masa jabatan 1992 - 1997Kelahiran Batavia, 11 Oktober 1938 Inilah satu-satunya putra Betawi tulen yang jadi Gubernur di Jakarta. Program kerjanya dimulai dengan proyek rumah susun dan daerah resapan air. Sayang, ia memimpin saat politik sedang panas sehingga banyak peristiwa berdarah yang lebih mengemuka. Kasus 27 Juli 1996 terjadi saat ia menjabat.
Gubemur DKI Jakarta masa bakti 1992-1997. la seorang Letnan Jenderal TNI (Oktober 1992), mengawali masa baktinya dengan jurus atau gebrakan ke dalam, yaitu peningkatan disiplin dan kualitas (profesionalisme) sumber daya aparat (Lima Pedoman Kerja Aparat Pemerintah DKI Jakarta). Dari hasil temu kerja dan silaturahmi dengan ulama dan umara (Desember 1992), Gubernur Surjadi Soedirdja mencetuskan dasar pemikiran (filosofi) Jakarta Teguh Beriman sebagai moto DKI Jakarta.
Teguh Beriman mengandung dua pengertian, harfiah dan operasional yang keduanya memiliki hubungan dealektis. Kemudian di dalam upaya meningkatkan citra Jakarta sebagai ibukota propinsi sekaligus ibukota negara, Gubernur mencanangkan Rencana Strategis (Renstra 1992-1997) Pembangunan DKI Jakarta, dengan sembilan sasaran prioritasnya :
1. Pengendalian kependudukan
2. Penangan pemukiman kumuh
3. Pembinaan sektor informal
4. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
5. Pembinaan Aparatur
6. Peningkatan penerimaan daerah
7. Kebrsihan, kesehatan lingkungan dan penghijauan
8. Lalu lintas dan angkutan umum
9. Keterpaduan pembangunan sosial kemasyarakatan
1. Pengendalian kependudukan
2. Penangan pemukiman kumuh
3. Pembinaan sektor informal
4. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
5. Pembinaan Aparatur
6. Peningkatan penerimaan daerah
7. Kebrsihan, kesehatan lingkungan dan penghijauan
8. Lalu lintas dan angkutan umum
9. Keterpaduan pembangunan sosial kemasyarakatan
Melalui kebijakan dan kebijaksanaan ini sasaran yang di maksud adalah sebuah kota yang aman, tertib, nyaman, serasi, sesuai tuntutan dan tantangan yang harus dicapai Kota Jakarta. Baik sebagai ibukota propinsi maupun ibukota negara, yaitu kesinambungan pembangunan hingga dapat disejajarkan dengan kota-kota besar lainnya di dunia, yang dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Melalui Keputusan Presiden RI No. 0511TK/ 1994, tanggal 10 Agustus 1994, DKI Jakarta menerima anugerah tanda kehormatan Parasamya Purnakarya Nugraha, dengan amanat, 'Samya Krida Tata Tenteram Karta Raharja", sebagai penghargaan atas hasil karya tertinggi dalam melaksanakan Pembangunan Lima Tahun Kelima, sehingga memberikan kemanfaatan luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan DKI Jakarta khususnya, serta negara dan bangsa Indonesia umumnya.
12. Sutiyoso - masa jabatan 1997 - 2007Gubernur DKI Jakarta Periode 1997-2007, berlatar belakang militer dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal (Purn), akrab disapa Bang Yos. Lahir di Semarang, 6 Desember 1944. Pada usia lima tahun sudah masuk SD dan selesai tahun 1955, SMP (1959), dan SMA (1963). Keluarganya menginginkan ia kuliah, namun dia memilih Akademi Militer Nasional di Magelang. Lulus tahun 1968, ia menjalani sejumlah kursus militer, seperti Sussarcab (1969), Suspala Infantri (1978), Seskoad (1984), JSSC di Australia, Seskogab (1990), kursus Lemhanas reguler (1994), menjalani on the job training di Airbomebrig 5 Inggris (1987), latihan terjun payung bersama tentara Amerika di Fortbragg (1991).
Kariernya di bidang militer sebagian besar berjalan di lingkungan pasukan elite Kopassus, dimulai Komandan Peleton, Komandan Kompi, Kepala Seksi-I, Komandan Karsa Yudha, Wakil Komandan Grup I, sampai Wakil Komandan Kopassus. Sebelum menjadi Wakil Komandan Kopassus, ia sempat menjadi Asisten Operasi Kostrad. Sebelum memimpin Kodam Jaya, ia diangkat sebagai Komandan Korem 061/Surya Kencana di Bogor, Jawa Barat (1993-1994, yang membawanya sebagai Danrem terbaik se-Indonesia, 1994), dan Kepala Staf Kodam Jaya (1994-1996).
Ia dipandang tepat pindah dari markas Kodam Jaya ke Kantor Gubernur DKI. Keberhasilannya mengamankan Jakarta dalam pemilihan umum (pemilu) 1997, banyak dibicarakan orang, selain sikapnya yang tegas dalam menertibkan jajarannya. Ia adalah tokoh yang dikenal akrab dengan para ulama yang sering mengerahkan pasukan untuk menggerebek tempat-tempat judi dan arena maksiat di Ibu Kota. Ia melenggang ke Balai Kota pada 6 Oktober 1997 sebagai gubernur DKI Jakarta. Pada jabatannya periode pertama, ia bertekad membangun kota metropolitan Jakarta agar sejajar dengan kota besar dunia lainnya. Tapi krisis moneter dan ekonomi serta perubahan konstalasi politik yang ditandai kerusuhan massal Mei 1998, membuatnya harus memfokuskan program kerjanya dalam upaya pemulihan dan rehabilitasi keamanan dan ketertiban ibukota.
Kemudian terpilih pada periodesasi jabatan kedua, pada tahun 2002, dan ia memilih program-program yang krusial dan strategis dijalankan yang kelak lebih dapat dirasakan manfaatnya. Seperti penanganan masalah transportasi Jakarta, penanggulangan banjir, menghijaukan Jakarta, menertibkan kawasan publik dari pihak tak berkepentingan, memindahkan warga dari pemukiman kumuh ke rumah susun massal murah, dan program memelihara kesehatan warga dengan membagikan Kartu Sehat kepada keluarga miskin. Busway Transjakarta yang beroperasi sejak 15 Januari 2004 sebagai titik awal reformasi total angkutan umum ibukota Jakarta yang lebih nyaman, layak dan manusiawi merupakan satu di antara empat sistem transpotasi umum yang dikelola secara makro. Sistem yang lain adalah Light Rail Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT) dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP). Dengan Pola Transpotasi Makro yang memanfaatkan tiga basis transportasi yaitu jalan (busway), rel (monorail) dan air, ditambah kebijakan traffic restraints (pembatasan lalu lintas), diharapkan kemacetan Jakarta akan teratasi tahun 2007 atau paling lambat 2010.
Di bidang kebudayaan dan heritage (warisan sejarah), ia berperanan besar dalam memperkuat landasan hukum pagi penetapan bangunan agar budaya, yang setelah hampir selama tiga dekade pasea Ali Sadikin cukup terabaikan. Sehingga dimungkinkan, terbentuknya Konsorsium Kota Lama Jakarta untuk merevitalisasi dan merefungsionalisasi kawasan tersebut, di samping terjaga kelestariannya sebagai identitas kota, juga memiliki fungsi yang sesuai dengan perkembangan zamannya. Upayanya tersebut, didukung dengan keberaniannya mewujudkan program Banjir Kanal Timur, yang melengkapi Banjir Kanal Barat yang telah ada sejak zaman VOC dan membelah kawasan artistik Kota Lama yang merupakan warisan sejarah yang tak ternilai. Bila hal ini telah terealisasi, kelak bentuk tata ruang Jakarta adalah "tapal kuda", sehingga meminimumkan resiko terjadinya banjir.
Ia adalah satu-satunya Gubernur DKI Jakarta, di bawah lima periodisasi presiden, yakni, Suharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Sebagai penguasa Ibukota, dikenal sangat kreatif dan dinamis dalam mengantisipasi perubahan ibukota yang demikian cepat, tetapi juga memiliki sifat tegas, yang memang dianggap perlu untuk menegakkan ketertiban dan kedisiplinan warga ibukota yang terkenal sulit diatur. Ia memperoleh gelar Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Politik Universitas Busan, Korea Selatan tahun 2001.
13. Fauzi Bowo - masa jabatan 2007 - 2012
Kelahiran Jakarta, 10 April 1948. Ayahnya Djohari Bowo asal Yogyakarta dan ibu Nuraini binti Abdul Manaf asal Jakarta.
Sempat masuk Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1966/67, sebelum ke Technische Universitat Brunschweig, Jerman. Di universitas ini, Fauzi meraih gelar Sarjana Arsitektur Bidang Perencanaan Kota dan Wilayah. Menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta, mendampingi Gubernur Sutiyoso.
Doktor Ingenieur dari Fachbereich Architektur/Raum Und Umweltpplanung Baungenieurwesen Universitat Kaiserlautem Republik Federasi Jerman tahun 2000 ini seorang pekerja keras dan berdisiplin. Saat masih menjabat Sekretaris Wilayah Daerah Propinsi DKI, putra Betawi ini dijagokan beberapa partai dan Badan Musyawarah (Bamus) Betawi sebagai salah satu kandidat gubernur. Namun, suami Hj. Sri Hartati dan ayah tiga orang anak ini memilih tetap berpasangan dengan Sutiyoso dan terpilih sebagai Wakil Gubernur.
Mantan dosen Universitas Indonesia (1977-1984) ini saat kuliah di Jerman aktif dalam organisasi Persatuan Pelajar Indonesia di Jerman Barat. Selain organisasi kemahasiswaan, juga aktif sebagai anggota Dewan Pertimbangan Pemuda KNPI Pusat 1982-1984. Penggemar membaca dan fotografi ini juga aktif di Kosgoro dan Golkar. Sempat menjabat bendahara DPD Golkar DKI selama 10 tahun (1983-1993).
Karirnya di Pemda DKI cukup panjang. Tahun 1979-1982 sudah menjabat Pelaksana tugas Kepala Biro Kepala Daerah DKI, Pejabat sementara Kabiro Kepala Daerah DKI (1982-1986), Pejabat Kabiro Kepala Daerah DKI (1986-1988). Lalu menjabat Kepala Dinas Pariwisata DKI (1993-1998) sebelum diangkat sebagai Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda) DKI Jakarta 1998-2002. Terpilih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta (2002-2007) berpasangan dengan Sutiyoso. Namun saat ini semenjak tanggal 7 Oktober 2007 hingga sekarang menjabat sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
Sempat masuk Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1966/67, sebelum ke Technische Universitat Brunschweig, Jerman. Di universitas ini, Fauzi meraih gelar Sarjana Arsitektur Bidang Perencanaan Kota dan Wilayah. Menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta, mendampingi Gubernur Sutiyoso.
Doktor Ingenieur dari Fachbereich Architektur/Raum Und Umweltpplanung Baungenieurwesen Universitat Kaiserlautem Republik Federasi Jerman tahun 2000 ini seorang pekerja keras dan berdisiplin. Saat masih menjabat Sekretaris Wilayah Daerah Propinsi DKI, putra Betawi ini dijagokan beberapa partai dan Badan Musyawarah (Bamus) Betawi sebagai salah satu kandidat gubernur. Namun, suami Hj. Sri Hartati dan ayah tiga orang anak ini memilih tetap berpasangan dengan Sutiyoso dan terpilih sebagai Wakil Gubernur.
Mantan dosen Universitas Indonesia (1977-1984) ini saat kuliah di Jerman aktif dalam organisasi Persatuan Pelajar Indonesia di Jerman Barat. Selain organisasi kemahasiswaan, juga aktif sebagai anggota Dewan Pertimbangan Pemuda KNPI Pusat 1982-1984. Penggemar membaca dan fotografi ini juga aktif di Kosgoro dan Golkar. Sempat menjabat bendahara DPD Golkar DKI selama 10 tahun (1983-1993).
Karirnya di Pemda DKI cukup panjang. Tahun 1979-1982 sudah menjabat Pelaksana tugas Kepala Biro Kepala Daerah DKI, Pejabat sementara Kabiro Kepala Daerah DKI (1982-1986), Pejabat Kabiro Kepala Daerah DKI (1986-1988). Lalu menjabat Kepala Dinas Pariwisata DKI (1993-1998) sebelum diangkat sebagai Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda) DKI Jakarta 1998-2002. Terpilih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta (2002-2007) berpasangan dengan Sutiyoso. Namun saat ini semenjak tanggal 7 Oktober 2007 hingga sekarang menjabat sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
Terobosan yang dicapai salah satunya adalah membangun Kanal Banjir Timur (KBT). Hasil Positif dari pembangunan KBT adalah melindungi kurang lebih 15.400 Ha wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara dari ancaman banjir serta melindungi 2,7 juta jiwa warga jakarta dari ancaman banjir.
Di bidang kesehatan Fauzi Bowo mencetuskan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK Gakin) kepada 2,7 juta penduduk miskin dan tidak mampu dengan cara memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi pemegang kartu Gakin dan keringanan pembayaran bagi pemegang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) pada 85 Rumah Sakit di Jakarta. Selain itu menyediakan 339 fasilitas Puskesmas di seluruh wilayah kecamatan dan kelurahan, terdiri dari 295 Puskesmas Kelurahan dan 44 Puskesmas Kecamatan.
Tahun 2008 Fauzi Bowo menerima Nominasi World Mayor Award sebagai satu-satunya wakil Indonesia yang menerima nominasi tersebut pada saat itu dan merupakan orang Indonesia pertama yang meraih nominasi tersebut.
Pada tahun 2010 terpilih menjadi Presiden Serikat Kota dan Pemerintah Daerah Asia Pasifik atau United Cities and Local Government (UCLG).
14. Joko Widodo - masa jabatan 2012 -2017Kelahiran Surakarta, 21 Juni 1961
Lebih populer dengan panggilan Jokowi. Ada yang menyebut Jokowi sebagai "reinkarnasi" Gubernur Syamsurijal karena sama-sama berasal dari Solo. Karenanya, keberhasilan Syamsurijal juga diharapkan melekat pada Jokowi.
Tantangan besar menantinya setelah dinyatakan menjadi Gubernur mengungguli Fauzi Bowo. Bagaimana Jakarta esok hari?
Lebih populer dengan panggilan Jokowi. Ada yang menyebut Jokowi sebagai "reinkarnasi" Gubernur Syamsurijal karena sama-sama berasal dari Solo. Karenanya, keberhasilan Syamsurijal juga diharapkan melekat pada Jokowi.
Tantangan besar menantinya setelah dinyatakan menjadi Gubernur mengungguli Fauzi Bowo. Bagaimana Jakarta esok hari?
sumber : apa kabar dunia.com
sejarah kita.blogspot.com
jakarta.go.id
ngobrolaja.com
okezone.com
ngobrolaja.com
okezone.com
kompasiana.com
wikipedia.org
wikipedia.org
Categories:
Indonesia